Minggu, 23 Desember 2012
Kamis, 12 Juli 2012
penyakit difteri
Difteri
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious
disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri corynebacterium
diphtheria yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama
bagian tonsil, Nasofaring (bagian antara hidung dan faring atau
tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui hubungan dekat,
udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga
melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak-anak muda. Penyakit ini juga dijmpai pada daerah padat penduduk dingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyptheria, Pertusis, Tetanus), penyakit difteri jarang dijumpai. Vaksi imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksi difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
1.2 TUJUAN UMUM
Untuk memenuhi tugas untuk mata kuliah keperawatan anak
1.3 TUJUAN KHUSUS
· Untuk mengetahui pengertian difteria· Untuk megetahui etiologi difteria
· Untuk mengetahui tanda dan gejala difteria
· Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan penyakit difteria
· Untuk mengetahui askep untuk penyakit difteria
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Difteria adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang di sebabkan oleh
kuman corynebacterium diphtheria.mudah menular dan yang di serang
terutama traktus respiratorius bagian atas dengan tanda khas
terbentuknya pseudomembran dan di lepaskannya eksotoksin yang dapat
menimbulkan gejala umum dan lokal.
2. Etiologi
Di sebabkan oleh corynebacterium diphtheria,bakteri gram positif yang
bersifat polimorf,tidak bergerak dan tidak membentuk spora.pewarnaan
sediaan langsung dapat di lakukan dengan biru metilen atau biru
toluidin.basil ini dapat di temukan dengan langsung dari lesi.
3. Sifat-sifat kuman
Polimorf,gram positif,tidak bergerak dan tidak membentuk spora,mati
pada pemanasan 60 c selama 10 menit,tahan sampai beberapa minggu dalam
es,air,susu dan lender yang telah mongering.terdapat 3jenis basil yaitu
bentuk gravis,mitis dan intermedius atas dasar perbedaan bentuk
kolonindalam biakan agar darah yang mengandung kalium telurit.
Basil dapat membentuk
1. pseudomembran
yang sukar diangkat,mudah berdarah dan berwarna putih keabu-abuan yang
meliputi daerah yang terkena terdiri dari fibrin,leukosit,jaringan
nekrotik dan basil.
2. eksotoksin
yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam di
absorbs dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama
pada otot jantung,ginjal dan jaringan saraf.satu perlima puluh ml toksin
dapat membunuh marmut dan lebih kurang 1/50 dosisi ini di pakai untuk
uji schick.
-Schick tes
Tes
kulit ini digunakan untuk menetukan status imunitas penderita.tes ini
tidak berguna untuk diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa
hari kemudian.
Caranya:0,1 ml (1/50 MLD)cairan toksin difteri di suntikkan intradermal.bila
dalam
tubuh penderita tidak ada antitoksin,terjadi pembengkakan,eritema dan
sakit yang terjadi 3-5 hari setelah suntikan.bila pada tubuh penderita
terdapat antitoksin maka toksin akan dinetralisir sehingga tidak terjadi
reaksi kulit.
4. patogenesis
basil hidup dan berkembang pada traktus respitarius bagian atas
terlebih-lebih bila terdapat peradangan kronis pada tonsil,sinus dan
lain-lain.tetapi walaupun jarang basil dapat pula hidup pada daerah
vulva,telinga dan kulit.pada tempat ini basil membentuk pseudomembran
dan melepaskan eksotoksin.pseudomembran dapat timbul local atau kemudian
menyebar dari faring atau tonsil ke laring dan seluruh traktus
respiratorius bagian atas sehingga menimbulkan gejala yang lebih berat
.kelenjar getah bening sekitarnya akan mengalami hyperplasia dan
mengandung toksin.eksotoksin dapat mengenai jantung dan menyebabkan
miokarditis toksik atau mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul
paralisis terutama pada otot-otot pernafasan.toksin juga menimbulkan
nekrosis fokal pada hati dan ginjal,malahan dapat timbul nefritis
interstitialis(jarang sekali).kematian terutama di sebabkan oleh
sumbatan membrane pada laring dan trakea,gagal jantung,gagal
pernafasanatau akibat komplikasi yang sering yaitu bronkopneumonia.
5. Epidemiologi
Penularan umumnya melalui udara,berupa infeksi droplet selain itu dapat
pula melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
Klasifikasi
Biasanya pembagian di buat menurut tempat atau lokalisasi jaringan yang
terkena infeksi.pembagian berdasarkan berat ringannya penyakit jug di
ajukan oleh beach dkk.(1950) sebagai berikut:
Pseudomembran terbatas pada mukosa hidung atau fausial dengan gejala hanya nyeri menelan.
Pseudomembran menyebar lebih luas sampai ke dinding posterior faring
dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan pegobatan
konservatif.
Di sertai gejala
sumbatan jalan nafas yang berat,yang hanya dapat diatasi dengan
trakeastomi.juga gejala komplikasi miokarditis,paralisis ataupun
nefritis dapat menyertainya.
6. Gejala klinis
Masa tunas 2-7 hari.selanjutnya gejala klinis dapat di bagi dalam
gejala umum dan gejala lokal serta gejala akibat eksotoksin pada
jaringan yang terkena gejala umum yang timbul berupa demam tidak terlalu
tinggi,lesu,pucat,nyeri kepala dan anoreksia sehingga tampak penderita
sangat lemah sekali.gejala ini biasanya disertai dengan gejala khas
untuk setiap bagian yang terkena seperti pilek atau nyeri menelan atau
sesak nafas dengan serak dan stridor,sedangkan gejala akibat eksotoksin
bergantung kepada jaringan yang terkena seperti miokarditis,paralisis
jaringan saraf atau nefritis.
1) Difteri hidung
Gejalanya
paling ringan dan jarang terdapat (hanya 2%).mula-mula hanya tampak
pilek,tetapi kemudian sekeret yang kluar tercampur darah sedikit yang
berasal dari pseudomembran.penyebaran pseudomembran dapat pula mencapai
faring dan laring.penderita diobati seperti penderita difteri lainnya.
Paling sering di jumpai (75%).terdapat
radang akut tenggorokan,demam sampai 38,5 cc,takikardi,tampak
lemah,napas berbau,timbul pembengkakan kelenjar regional (bull neck).membran
dapat berwarna putih,abu-abu kotor,atau abu kehijauan dengan tepi yang
sedikit terangkat.bila membran diangkat akan timbul pendarahan.tetapi
prosedur ini dikontradikasikan memper cepatpenyerapan toksin.
3) Difteri laring dan trakea
Lebih sering sebagai jalaran difteri faring dan tonsil (3 kali lebih
banyak )dari pada primer mengenai laring.gejala gangguan jalan nafas
berupa suara serak dan stiridor inspirasi jelas dan bila lebih berat
dapat timbul sesak nafas berat,sianosis,demam sampai 40 cc dan tampak retraksi suprasternal serta epigastrium.pembesaran
kelenjar regional akan menyebabkan bull neck.pada pemeriksaan laring
tampak kemerahan,sebab,banyak sekeret dan permukaan ditutupi oleh
pseudomembran.bila anak terlihat sesak dan payah sekali maka harus
segera ditolong dengan tindakan trakeostomi sebagai pertolongan pertama.
Merupakan keadaan yang sangat jarang sekali terdapatan eng tie (1965)
mendapatkan 30% infeksi kulit yang diperiksanya mengandung kuman difteri.dapat pula timbul di daerah konjungtiva,vagina dan umbilikus.
7. Diagnosis
Diagnosis dini difteri sangat penting karena keterlambatan pemberian antitoksin sangat mempengaruhi prognosa penderita.
Diagnosis
harus segera ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinik tanpa menunggu
hasil mikrobiologi.karena preparat smear kurang dapat di
percaya,sedangkan untuk biakan membutuhkan waktu beberapa hari.
adanya
membran di tenggorok tidak terlalu spesifik untuk difteri,karena
beberapa penyakit lain juga dapat ditemui adanya membran.tetapi membran
pada difteri agak berbeda dengan membran penyakit lain,warna membran
pada difteri lebih gelap dan lebih keabu-abuan disertai dengan lebih
banyak fibrin dan melekat dengan mukosa dibawahnya.bila diangkat terjadi
pendarahan.biasanya dimulai dari tonsil dan menyebar ke uvula.
8. Diagnosa banding
Pada difteri nasal perdarahan yang timbul Harus dibedakan dengan
perdarahan akibat luka dalam hidung,korpus alienium atau sifilis
kongenital.
a. Tonsilitis folikularis atau lakunaris
terutama bila membran masih berupa bintik-bintik putih.anak harus
dianggap sebagai penderita difteri bila panas tidak terlalu tinggi
tetapi anak tampak lemah dan terdapat membran putih kelabu dan mudah
berdarah bila diangkat.tonsilitis lakunaris biasanya disertai panas yang
tinggi sedangkan anak tampak tidak terlampau lemah,faring dan tonsil
tampak hiperimis dengan membran putih kekuningan,rapuh dan lembek,tidak
mudah berdarah dan hanya terdapat pada tonsil saja.
b. Angina plaut vincent
penyakit ini juga membentuk membran yang rapuh,tebal,berbau dan tidak
mudah berdarah.sediaan langsung akan menunjukkan kuman fisiformis (gram
positif) dan spirila (gram negatif).
c. Infeksi tenggorok oleh mononukleosus infeksiosa
terdapat
kelainan ulkus membranosa yang btidak mudah berdarah dan disertai
pembengkakan kelenjar umum.khas pada penyakit ini terdapat peningkatan
monosit dalam darah tepi.
d. Blood dyscrasia (misal agranulositosis dan leukemia)
mungkin
pula ditemukan ulkus membranusa pada faring dan tonsil.difteri laring
harus dibedakan dengan laringitis akuta,laringotrakeitis,laringitis
membranosa(dengan membran rapuh yang tidak berdarah)atau benda asing
pada laring,yang semuanyaakan memberikan gejala stridor inspirasi dan
sesak.
9. Pengobatan
a. Pengobatan umum
terdiri
dari perawatan yang baik,mutlak ditempat tidur,isolasi penderita dari
pengawasan yang ketat atas kemungkinan timbulnya komplikasi antara lain
pemeriksaan EKG setiap minggu.
b. Pengobatan spesifik
1. Anti
diphtheria serum(ADS) diberikan sebanyak 20.000 U/hari selama 2 hari
berturut-turut dengan sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata.bila
ternyata penderita peka terhadap serum tersebut,maka harus dilakukan
desensitisasi dengan cara besredka.
2. Antibiotika.di
bagian ilmu kesehatan anak FKUI-RSCM jakarta diberikan penisilin
prokain 50.000 U/kgbb/hari sampai 3 hari bebas panas.pada pederita yang
dilkukan trakeaostomi,ditambahkan kloram fenikol 75 mg/kgbb/hari,dibagi 4
dosis.
3. Kortikostiroid.obat ini di maksudkan untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat berbahaya.dapat
diberikanprednison 2 mg/kgbb/hari,selama 3 minggu yang kemudian dihentikan secara bertahap.
10. Komplikasi
1.Saluran pernafasan
obstruksi jalan nafas dengan segala akibatnya,bronkopneumonia atelektasis.
2. Kardiovaskuler
miokarditis akibat toksin yang dibentuk kuman penyakit ini
3. Urogenital
dapat terjadi nefritis
4. Susunan saraf
kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi yang mengenai
sistem susunan saraf terutama sistem motorik.
11. Pencegahan
1. Isolasi
penderita penderita difteri harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan
setelah pemeriksaan sediaan langsung menunjukkan tidak terdapat corynebacterium diphtheria 2 kali berturut-turut.
2. Imunisasi
imunisasi dasar di mulai pada umur 3 bulan di lakukan 3 kali
berturut-turut dengan selang waktu 1 bulan.biasanya di berikan
bersama-sama toksoid tetanus dan basil B.pertusis yang telah di matikan
sehingga di sebut tripel vaksin DTP dan diberikan dengan dosis 0,5 ml
subcutan atau intramuskular .vaksinasi ulang dilakukan 1 tahun sesudah
suntikan terakhir dari imunisasi dasar atau kira-kira umur 1 ½ -2 tahun
dan pada umur 5 tahun.selanjutnya setiap 5 tahun sampai dengan usia 15
tahun hanya di berikan vaksin difteri dan tetanus (vaksin DT) atau
apabila ada kontak dengan penderita difteri.
3. Pencarian dan kemudian mengobati karier difteri .
dilkukan dengan uji schick,yaitu bila hasil negatif (mungkin penderita
karier atau pernah mendapat imunisasi)mka harus dilakukan hapusan
tenggorok.jika ternyata ditemukan corynebacterium diphtheria,penderita harus diobati dan bila perlu dilakukan tonsilektomi.
12. Prognosis
Nelson berpendapat kematian penderita difteri sebesar 3-5% dan sangat bergantung pada:
1. Umur penderita,karena makin muda umur anak prognosis makin buruk.
2. Perjalanan penyakit,karena makin lanjut makin buruk proknosisnya.
3. Letak lesi difteri
4. Keadaan umum penderita,misalnya prognosisnya kurang baik pada penderita gizi kurang
5. Pengobatan.makin lambat pemberian antitoksin,prognoasis akan makin buruk.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Difteria adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh
kuman corynebacterium diphtheria.mudah menular dan yang serang terutama
traktus respiratorius bagian atas dengan tanda khas terbentuknya
pseudomembran dan dilepaskannyaeksotoksin yang dapat menimbulkan gejala
umum dan lokal.
Tanda dan gejalanya adalah demam
yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia,
lemah,nyeri telan,sesak napas,serak hingga adanya stridor.
Saran:
untuk pembuatan makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan saya
berharap bagi pembacanya untuk mengkritik guna untuk menyempurnakan
makalah ini.terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
- FKUI.1985.Ilmu kesehatan anak.Jakarta; Bagian Ilmu kesehatan anak FKUI.
- Dr.TH.rampengan,DSAK dan Dr,I.R.laurentz,DSA.1993.penyakit infeksi tropik pada anak.jakarta:EGC.
- A.aziz alimut hidayat.2008.pengantar ilmu keperawatan anak.jakarta:salemba medika.
- Doenges,marilynn E dkk.1999.Rencana asuhan keperawatan.Jakarta;EGC
- Berham dkk.2000.Ilmu kesehatan anak nelson volume:2.Jakarta;EGC
Langganan:
Postingan (Atom)